Pada Sabtu, 14 Oktober 2017,
saat acara Wisuda STT Jabar di Grand Hotel Pasundan Bandung, Dr. H. Didin
Muhafidin, M.Si., Guru Besar Unpad dan Rektor Universitas Al-Ghifari,
memberikan orasi ilmiah yang berjudul Mental
Enterprenuer dan Kemajuan suatu Negara. Isi dari orasi ilmiah itu sangat
bermanfaat dan membuka mata kita bahwa kunci kemajuan suatu negara bukanlah
disebabkan oleh ras, sumber daya alam, maupun lamanya negara itu merdeka.
![]() |
Didin Muhafidin Saat Memberikan Orasi pada Wisuda STT Jabar |
Negara India dan Mesir yang umurnya lebih dari 2.000
tahun, tetapi tetap terbelakang (miskin). Di sisi lain, Singapura, Kanada,
Australia, dan New Zealand yang umurnya kurang dari 150 tahun dalam membangun merupakan
bagian dari negara maju di dunia dan penduduknya tidak lagi miskin.
Ketersediaan sumber daya alam dari suatu negara juga
tidak menjamin negara itu menjadi kaya atau miskin. Jepang mempunyai area yang
sangat terbatas. Daratannya 80% berupa pegunungan, tidak cukup untuk
meningkatkan pertanian dan peternakan. Akan tetapi, saat ini Jepang menjadi
raksasa ekonomi nomor dua di dunia. Jepang laksana suatu negara “industri
terapung” yang besar sekali, mengimpor bahan baku dari semua negara di dunia
dan mengekspor barang jadinya. Negara Swiss sangat kecil, hanya 11% daratannya
yang bisa ditanami. Swiss tidak mempunyai perkebunan cokelat, tetapi menjadi
negara pembuat cokelat terbaik di dunia. Swiss juga mengolah susu dengan
kualitas terbaik. Nestle adalah salah
satu perusahaan makanan terbesar di dunia. Swiss juga tidak mempunyai cukup
reputasi dalam keamanan, integritas, dan ketertiban, tetapi saat ini bank-bank
di Swiss menjadi bank yang sangat disukai di dunia.
Ras atau warna kulit juga bukan faktor penting. Para
imigran yang dinyatakan pemalas di negara asalnya dan banyak yang berkulit
hitam, ternyata menjadi sumber daya yang sangat produktif di negara-negara
maju/kaya di Eropa.
Setelah dianalisis, ternyata kekayaan atau kemiskinan
suatu negara ditentukan oleh sikap/perilaku masyarakatnya yang telah dibentuk
sepanjang tahun melalui kebudayaan dan pendidikan. Berdasarkan analisis atas
perilaku masyarakat di negara maju, ternyata bahwa mayoritas penduduknya
sehari-hari mengikuti/mematuhi prinsip-prinsip dasar kehidupan bermental
entrepreneur, yaitu: kreatif, inovatif, punya komitmen, kejujuran, dan
integritas; bertanggung jawab; hormat pada aturan dan hukum masyarakat; hormat
pada hak orang/warga lain; cinta pada pekerjaan; berusaha keras untuk menabung dan
investasi; mau bekerja keras; tepat waktu.
Adapun kriteria negara maju menurut World Bank dan IMF adalah pertama, pendapatan per kapita
US 11.906 dolar.
Kedua, jumlah
pengusaha > 7% s.d. 10% dari jumlah penduduk.
Berdasarkan data 2017, Indonesia baru memiliki 3,1% pengusaha dan pengusaha
muda hanya 0,18%, Malaysia 5%, Thailand 4,5%, Vietnam 3,3%.
Ketiga, diversifikasi
ekspor berupa jasa dan industri dengan sentuhan teknologi
tinggi. Negara-negara Timur Tengah pengekspor minyak tidak masuk kategori
negara maju.
Keempat, tingkat
pendidikan dan keterampilan masyarakatnya tinggi.
Kelima, tingkat kemandirian
warga negara tinggi dan tidak bergantung pada sumber daya alam (SDA).
Keenam, produktivitas
masyarakatnya tinggi.
Berdasarkan kriteria tersebut, kita dapat mengetahui
bahwa beberapa negara yang tergolong maju adalah Benua Amerika (USA dan Kanada);
Benua Asia (Jepang, Korsel, Singapura, Hongkong, Taiwan); Benua Afrika tidak
ada; Benua Eropa (Jerman, Inggris, Austria, Swedia, Swiss, Finlandia, Portugal,
Spanyol, Belanda, Norwegia. dll. [30
negara lainnya]); Benua Australia (Australia
dan Selandia Baru).
Dalam akhir orasi ilmiahnya, Didin mengatakan bahwa kita,
Indonesia, bukan miskin (terbelakang) karena kurang sumber daya alam atau karena
alam yang kejam kepada kita, melainkan karena perilaku kita yang kurang atau tidak
baik. Kita kekurangan kemauan untuk mematuhi dan mengajarkan prinsip dasar
kehidupan yang memungkinkan masyarakat kita pantas membangun masyarakat, ekonomi,
dan negara. (Aldi)