Selasa, 18 September 2018

ABPTSI Perjuangkan Pajak PBB dan PPh


        Dengan memperhatikan UU Yayasan No. 16 tahun 2001 Junto No. 28 tahun 2004, yayasan adalah kegiatan nirlaba. Apabila ada sisa lebih dari kegiatan pendidikan, maka diinvestasikan kembali pada infrastruktur, laboratorium, serta kegiatan pengabdian masyarakat di PTS tersebut. Namun, akhir-akhir ini, kebijakan UU Pajak serta peraturannya amat bertumpang tindih dalam memperlakukan bidang pendidikan. Pendidikan dijadikan objek kena pajak, apalagi pasca-pengelolaan pajak yang semula dikelola sebagai PBB oleh Dirjen Pajak, kemudian diserahkan sesuai dengan UU Otonomi Daerah kepada pemerintah kabupaten-kota di seluruh Indonesia.
Menurut Ketua ABPTSI Jabar-Banten Sali Iskandar, hal itu mengakibatkan banyak Perda yang bertentangan dengan UU yayasan dan UU pajak itu sendiri. Bahkan, dalam UU Pajak tahun 1989 tentang Pendapatan Daerah dan Distribusi Daerah disebutkan bahwa lembaga sosial, keagamaan, pendidikan, tanah, dan bangunannya tidak kena pajak. Oleh karena itu, ABPTSI Jabar-Banten sejak Januari 2017 sampai dengan Desember 2017 gencar melakukan pembahasan dengan bupati dan walikota se-Jawa Barat dan Banten.
“Kami menyampaikan surat permohonan pembebasan pajak PBB bagi tanah dan bangunan yang dipakai untuk kegiatan PTS. Alhamdulillaah, secara bertahap sudah ada keputusan bahwa pemerintah Kota Bandung memberikan potongan PBB 40% yang berlaku bagi pendidikan TK, SD, SMP, SMA, MI, MTs, MA, serta perguruan tinggi swasta se-Kota Bandung,” terang Sali.
Di Kota Bandung sendiri terdapat 118 PTS. Di dalam pelaksanaannya, setiap yayasan harus mengajukan surat permohonan potongan pajak PBB 40% melalui Kepala Dinas Pajak dan Pendapatan Daerah. Kota Cirebon mendapatkan potongan PBB 50%. Kota Sukabumi mendapatkan potongan 50%. Kabupaten Ciamis dan Kota Cilegon akan ditentukan besarannya pada Januari 2018.
“Adapun kabupaten-kota yang lain sedang kami perjuangkan terus menerus.”
Di samping itu, Rapat Nasional ABPTSI Pusat pada 29 November 2017 di Hotel Batavia, Jakarta memutuskan akan mengajukan keberatan perpajakan bagi pendidikan di Indonesia dan akan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi karena menganggap  ada benturan antara UU perpajakan serta peraturannya dengan UU Yayasan No. 16 tahun 2001 Junto UU No. 28 tahun 2004.
“Dengan memandang bahwa perguruan tinggi di Indonesia kurang lebih ada 4.000, maka PTS-nya itu ada 3.200. Itu artinya, seluruh pemasok yang mencerdaskan bangsa berada di tangan PTS, sementara PTN hanya menyelenggarakan sepertiga dari jumlah mahasiswa seluruh Indonesia,” terang Sali, “Kenapa ada perlakuan yang tidak adil? Kenapa tanah bangunan yang dipakai oleh PTN dan sekolah negeri tidak dikenakan PBB, sementara tanah yang digunakan oleh PTS dan sekolah swasta dikenakan PBB? Padahal, menurut UUD 1945 negara berkewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa.” (TF)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar